Quantcast
Channel: ahmad taufik
Viewing all 216 articles
Browse latest View live

Investigasi The New York Times : CIA Persenjatai Teroris Suriah

$
0
0


Islam Times- Qatar, menggunakan Al-Udeid Air Base yang berubah fungsi sebagai penghubung logistik militer Amerika di Timur Tengah, dan menjadi pemasok senjata aktif.


Agen mata-mata AS, CIA memainkan peran kunci dalam mencari sumber-sumber senjata dan mengkoordinasikan gelombang besar pengiriman senjata dari luar negeri untuk teroris di Suriah yang dibiayai oleh Qatar, Arab Saudi, Turki dan Yordania.

Terungkapnya peran CIA tersebut diungkapkan New York Times dalam laporannya, Senin, 25/03/13 waktu setempat. CIA berada di tengah-tengah kerajaan Arab dan Turki yang sama-sama mendukung tergulingnya pemerintah sah Bashar al-Assad.

Dalam laporan itu, disebutkan CIA berperan dalam mengakomodir lalu lintas persenjataan untuk teroris. Sejumlah pejabat pihak oposisi juga mengkonfirmasi dan membernarkan adanya bantuan CIA tersebut.

Proses pengangkutan senjata yang awalnya dalam skala kecil pada awal 2012 dan terus meningkat tajam belakangan ini. Sebanyak 160 penerbangan kargo militer dari Yordania, Arab Saudi dan Qatar yang diatur sepenuhnya oleh CIA.

CIA juga membantu pengadaan senjata secara besar-besaran dari Kroasia. Lembaga intelijen ini juga menentukan oposisi mana saja yang berhak menerima bantuan senjata tersebut.

"Sebuah perkiraan konservatif dari payload penerbangan ini menjadi 3.500 ton peralatan militer," kata seorang penjual senjata gelap, Hugh Griffiths, dari Stockholm International Peace Research Institute, seperti dikutip dalam laporan tersebut.

"Intensitas dan frekuensi penerbangan ini merupakan sugestif dari operasi logistik terencana dan terkoordinasi secara rahasia oleh militer," tambah Griffiths.

Pengiriman senjata dari Qatar dan Arab Saudi naik drastis di akhir musim gugur karena pemerintah Turki mengizinkan laju airlifts senjata untuk teroris anti-Damaskus dan geng teror untuk mempercepat jatuhnya pemerintah Bashar Assad.

Kerajaan diktator Qatar, menggunakan Al-Udeid Air Base yang kini berubah fungsi menjadi penghubung logistik militer Amerika di Timur Tengah, dan menjadi pemasok senjata aktif.

Lebih lanjut laporan itu mengutip data kontrol lalu lintas udara dan menunjukkan, pesawat kargo Yordania telah membuat 36 penerbangan gabungan round-trip antara Amman dan Kroasia dari Desember 2012 sampai Februari 2013, di samping lima penerbangan antara Amman dan Turki pada Januari ini.

Sementara Qatar rutin mengirim senjata lewat airlifts dan Royal Saudi Air Force juga sibuk mengirim senjata, tambah harian tersebut.

Pejabat Amerika, menegaskan, pejabat senior Gedung Putih secara teratur mengirim senjata untuk teroris. Sebelumnya Direktur CIA David Petraeus telah berjasa dalam membantu mendapatkan jaringan penerbangan untuk pengiriman senjata gelap dan mendorong berbagai negara untuk bekerja sama dalam hal itu terutama Qatar, Turki, Saudi dan Yordania.

Harian ini juga menunjukkan upaya AS dan sekutu Arab dan menggambarkan Turki dan Yordania aktif ke dalam perang, mereka juga melancarkan perang secara terbuka dengan Suriah dan berharap dapat memprovokasi Iran masuk ke dalam konflik di kawasan. [IT/On]

caption foto : Poster HTI di Bandung--HTI agen CIA?

Gawat! Rois Divonis Bebas

$
0
0


CetakSurel

SIARAN PERS 


SEBAGAIMANA kami duga sebelumnya, Rois Al Hukama (36), pemeran antagonis 'Syawal Berdarah' di Sampang, akhirnya divonis bebas oleh PN Surabaya hari ini, 16 April 2013. Padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mengajukan tuntutan hukuman 2 (dua) tahun penjara terhadap Rois. Vonis ini tentu saja menambah panjang daftar kelam wajah peradilan sesat di negeri ini. 

Sebuah drama penegakkan hukum peristiwa penyerangan terhadap Syiah Sampang pada tanggal 26 Agustus 2012 berakhir sudah. Ketua Majelis Hakim Ainur Rofiq, S.H., M.H. telah membacakan putusan membebaskan Rois Al Hukama dari dakwaan, karena tidak terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan JPU, yaitu pasal 338, 354 ayat 2, 355 ayat 1 dan 170 ayat 2 dan 3 dimana semuanya merupakan pasal junto pasal 55 KUHP.
 
"Karena terdakwa tidak terbukti melakukan dakwaan kesatu, kedua dan ketiga, maka dibebaskan dari segala dakwaan JPU dan mengembalikan harkat serta martabat terdakwa," tegas Ainur Rofiq. Sebuah pukulan keras bagi warga Syiah Karanggayam dan Bluuran, Sampang yang sudah 8 bulan mengungsi di GOR tennis indoor Sampang.
 
Rois yang selama ini nyata-nyata menjadi penyebar kebencian, oleh Pengadilan Negeri Surabaya diputus bebas. Tentu para pengungsi Syiah tidak pernah ingin tahu hal-hal teknis hukum apa yang menyebabkan Rois Al Hukama bebas, karena itu urusan Negara dan aparat penegak hukum, yang pasti mereka telah memberikan kesaksian tentang apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan sendiri baik di hadapan penyidik dan pengadilan.
 
Rois sedari awal telah diperankan sebagai satu-satunya pihak yang harus bertanggung jawab, dia yang sejak tanggal 28 Agustus 2012 dibawa ke Mapolda Jatim untuk menjalani pemeriksaan intensif. Jika dilihat dari hasil BAP saksi-saksi korban, maka terlihat bahwa Rois disebut sebagai orang yang sebelum kejadian aktif melakukan dakwah-dakwah kebencian terhadap komunitas Syiah Sampang.
 
Dakwah kebencian itu misalnya berupa pernyataan bahwa jika ada orang Syiah bertamu, maka tempat duduknya harus dicuci dan berbagai hal yang tidak ada sangkut-pautnya dengan penafsiran terhadap kesesatan Syiah. Selain itu, peran sentral Rois dalam penyerangan tanggal 26 Agustus 2012 adalah sebagai salah satu orang yang menyiarkan perintah melalui pengeras suara agar massa bergerak dan berkumpul ke kediaman Tajul Muluk.
 
Pada tahap berikutnya, adanya seorang saksi bernama Mat Alih yang ketika bertanya mengapa rumah orang Syiah dibakar semuanya. Dari Mat Alih didapatkan keterangan bahwa Rois menyatakan “biar kapok semuanya” (di pengadilan saksi mencabut kesaksiannya tentang hal itu). Pertanyaannya, cukupkah bagi penyidik dan selanjutnya jaksa menghubungkan keterangan saksi-saksi ini dengan sangkaan terhadap peran Rois sebagai orang yang menyuruh melakukan pembunuhan terhadap almarhum Pak Hamamah, pengeroyokkan Pak Tohir, sehingga luka berat, serta pembakaran rumah Ibu Sumaidah dan penamparan  Ummah, ibunya sendiri?
 
Kualitas penyidikan dan hasil pendapat penyidik Polri dan Jaksa terhadap Rois ternyata tidaklah memadai. Sebenarnya keterangan seorang ahli psikologi dan atau ahli pidana yang menghubungkan dua perbuatan hukum ini sangatlah penting. Faktanya tidak ada satu ahli pun yang memberi keterangan di muka persidangan. Terlebih diketahui selama proses persidangan terdakwa kasus Sampang lainnya yakni Saniwan, Muhsin, Mad Safi, dan Hadiri tidak pernah menyebut sama sekali bahwa Rois lah yang menyuruh mereka melakukan perbuatan pidana pada tanggal 26 Agustus 2012. Artinya pemilihan pasal-pasal dalam surat dakwaan JPU lemah sedari awal.
 
Dalam surat dakwaan JPU disebutkan dengan tegas bahwa Bupati Sampang kala itu, Noer Tjahja pada tanggal 14 Februari 2012 dalam acara peringatan Maulid Nabi, di halaman SDN Karanggayam IV, 200 m dari rumah Tajul Muluk, dalam sambutannya yang sangat provokatif memerintahkan agar mengusir warga Syiah (faktanya pengusiran itu sudah dilaksanakan dengan metode membakar 49 rumah warga Syiah) dan dia yang menyatakan akan bertanggung jawab.
 
Lebih jauh, Noer Tjahja menyatakan, “ada 21 orang anak yang bersekolah di pondok aliran sesat“ dan “kalau saya bukan Bupati Sampang masalah ini sudah selesai, masa Bupati, Carok?“ (dua hal ini tidak dikutip jaksa dalam surat dakwaan), bahkan ia tidak ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik Polri dalam kejadian ini. Padahal tema inilah yang di kedepankan pihak penyerang sebagai legitimasi kekerasan pada jamaah Syiah, yaitu permasalahan anak sekolah. Tentu dari dakwaan itu penyidik dan JPU sudah mengantongi cukup bukti (dugaan kami ada rekaman audio visualnya) tentang pidato Bupati Sampang saat itu.
 
Menelisik lebih jauh sebelum peristiwa telasan 'Ketupat Berdarah', pada tanggal 19 Juli 2012 bertempat di Gersempal, Omben, Sampang, ada pertemuan kelompok intoleran Karanggayam dan Bluuran dengan Kyai Bassra yang membahas salah satunya adalah pengembalian kelompok Syiah ke Ahlul Sunnah Wal Jamaah (Aswaja). Pertemuan ini ditindaklanjuti dengan pertemuan para Kyai Bassra dan Forpimda Sampang di pendopo kabupaten Sampang, pada tanggal 7 Agustus 2012.
 
Salah satu cara proses pengembalian ke Aswaja, bahwa anak Syiah yg bersekolah di luar kota akan diberi beasiswa untuk mondok di pesantren Aswaja. Tanggal 23 Agustus 2012, bertempat di Lenteng Proppo, Pamekasan kembali diadakan pertemuan kelompok intoleran. Rangkaian kegiatan ini jika diselidiki dengan serius pasti akan ditemukan siapa yang menjadi dalang penyerangan 26 Agustus 2012. Hasil temuan YLBHU, para penyerang tidak hanya terdiri dari kelompok intoleran desa Karanggayam dan Bluuran, tetapi ada pengerahan massa dari Bangkalan dan Pamekasan.
 
Fakta-fakta ini menunjukan bahwa dalang peristiwa penyerangan ini bukan semata-mata Rois, tetapi ada tangan lain yang lebih besar yang mengerahkan massa. Fakta ini juga menunjukan tidak adanya unsur spontanitas dari kelompok intoleran, tetapi memang sudah direncanakan sejak jauh hari. Kewajiban pemerintah dan aparat keamanan untuk menuntaskan permasalahan ini dengan mengungkap dalang yang sebenarnya di balik peristiwa tersebut.  Sedari awal skenario keterlibatan Rois sebagai dalang tunggal peristiwa ini jelas bertolak belakang dengan adanya temuan-temuan di atas. Sekali lagi, dakwaan JPU terhadap Rois terbangun lemah sejak awal.
 
Lalu, apakah Rois dibiarkan bebas begitu saja dari jeratan hukum, melihat perannya yang sangat besar menyebarkan ujaran kebencian di tengah masyarakat, sehingga semakin memanaskan dan mempertajam situasi konflik di Karanggayam dan Bluuran?
 
Bebasnya Rois tentu sangat tidak adil bagi komunitas Syiah Sampang dan kelompok-kelompok minoritas Indonesia lainnya. Pembebasan Rois adalah preseden buruk penegakkan hukum, pembelaan dan perlindungan negara bagi kaum minoritas. Ujaran kebencian terhadap minoritas yang dibiarkan begitu saja akan mereproduksi pola-pola yang sama bagi kelompok intoleran untuk menyerang baik fisik maupun psikis kelompok minoritas di repubik ini.
 
Oleh karena itu kami Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Universalia menuntut:
1. Pemerintah Republik Indonesia cq Polri cq Polda Jatim untuk segera mengungkap dalang peristiwa ini.
2.   Memproses kembali Rois Al Hukama menggunakan pasal ujaran kebencian seperti yang diatur dalam pasal 156 KUHP.
3.  Memproses mantan Bupati Sampang, Noer Tjahja sebagai salah satu penanggung jawab aktor utama di balik penyerangan warga Syiah Sampang.
4.  Mengembalikan pengungsi ke kampung halaman dengan tetap memberikan rasa aman berupa kehadiran aparat keamanan di TKP dalam jangka waktu tertentu.
5.  Menjalankan upaya resolusi konflik yang sistematis dan terukur.
 
Jakarta, 16 April 2013
 
Yayasan LBH Universalia
http://lbhuniversalia.org/index.php/siaran-pers/31-siaran-pers-gawat-rois-al-hukama-divonis-bebas

Qita, Ujian Nasional dan Korea (1)

$
0
0



Qita, sebut saja begitu, kini berusia 26 tahun. Perempuan asal Leles, Garut, Jawa Barat sudah malang melintang di dunia malam—biasanya disebut begitu—padahal juga sering dilakukan siang atau sore.
 Ia bercerita soal masa lalunya. “Aku dulunya berjilbab,”katanya. 

So? Bukan itu yang mau diceritakannya, saat dia kelas 3 SMA,”saya ujian akhir nasional sedang hamil tua,”katanya. Karena ditutupi jilbab, kehamilannya tidak ada yang tahu. “Orang tua saya pun tidak tahu,”ujarnya.

Bagaimana cara menutupi? “Badan saya bebat dengan kain kencang-kencang dan saya pakai baju gombrong,”katanya. Baru ketahuan, ketika mau brojol. “Ibu saya juga heran kenapa, saya selama ini sering makan nanas. Dia Tanya kenapa tidak bilang?”ujarnya,”itu yang saya tidak berani.”
Tak dinyana, anak yang dikandungnya kembar. “Kembar penganten kata orang, karena satu laki satu perempuan,”ujar Qita.  Masing-masing anaknya hanya seberat 1,7 kilogram. “Memang lahir premature, bahkan anak yang lebih belakangan lahirnya samoai umur tiga tahun sering sakit-sakitan,”katanya.

Kisah cinta Qita, kisah cinta dua negara, pacarnya orang Korea pekerja di proyek di Garut. “Anak saya yang lelaki dibawa laki saua ke Korea sampao sekarang,”katanya. Qita hanya bisa menahan rindu pada sang buah hati. “Anak yang saya rawat sekarang kelas tiga sekolah dasar, usianya Sembilan tahun, anehnya yang di Korea kabarnya baru kelas satu,”ujar Qita yang memperoleh kabar itu dari bekas pacarnya lewat jejaring facebook.

Qita, Salon dan Teteh (2)

$
0
0




Masih ingat kisah Qita, perempuan yang ditinggal pacar Koreanya?

Setelah anaknya dibawa lari pacarnya ke Korea, Qita tinggal bersama ibunya. Karena tak mau menjadi beban ibunya, Qita hanya menitipkan anaknya, dan dia merantau ke ibukota Jawa Barat, Bandung.

Di Bandung, karena tak memiliki ketrampilan yang memadai, dia menjual “daging mentah”nya. Namun, Qita tak mau menyerah pada keadaan. Uang yangb dikumpulkan juga untuk usaha lain. Misalnya, jualan busana anak-anak saat menjelang Lebaran, dan buka kafe menjual surabi.

Usaha surabi di jalan Cilaki dan Jalan Pasteur tak bertahan lama. “Saya ditipu partner bisnis saya,”ujarnya. Sambil tetap menjual kemolekan tubuhnya, Qita sering menyalurkan perempuan-perempuan ke tempat hiburan di Jakarta Barat.

Di Bandung, Qita, membuka salon di sebuah daerah kumuh di kawasan gunung batu. “Pelanggan saya banyak, datang dari gang-gang kecil,”katanya,”walaupun mereka tinggal di gang selalu mau tampil aksi saat keluar rumah.”

Qita, juga punya mobil sedan. “saya juga kadang menyewakan mobil,”ujarnya. Kini Salon Qita pindah ke sebuah daerah perumahan di Bandung Utara. Letaknya di pinggir jalan. “Tapi sepi, rupanya orang kompleks jarang dandan, kalah sama orang kampung,”katanya. Kini salonnya, yang buka mulai jam 8 pagi sampai jam 4 sore Cuma, jadi bagai temoat menyimpan peralatan salon. “Kalau malam saya takut tinggal disitu, sepi, rumah itu sebenarnya saya belikan untuk ibu saya, tapi ibu lebih senang tinggal di Leles,”katanya.

Anak Qita yang berusia 9 tahun yang dititipkan pada sang ibu kini sudah besar, “Bahkan tingginya sudah melewati tubuh saya,”ujar Qita yang bertubuh mungil. Yang lebih sedih, kata Qita,”anak saya memanggilku teteh (kakak).”

Hukum Merek : Babak Baru Sengketa Davidoff

$
0
0




KEGEMBIRAAN Gunawan Suryomurcito tak bertahan lama. Hanya berselang sepekan setelah kliennya, Davidoff & Cie dan Reemtsma Cigarettenfabriken GmbH, memenangi perkara di tingkat kasasi, ujian baru menyusulnya. Kejutan itu datang pertengahan Agustus lalu saat diketahui bahwa lawannya, Sumatera Tobacco Trading Company (STTC), telah mengajukan permohonan peninjauan kembali. "Klien saya tahunya dari surat yang dikirim oleh Pengadilan Niaga Jakarta," kata Gunawan.

Itulah babak baru dari sengketa merek rokok Davidoff yang telah menelan waktu lebih dari 14 tahun. Konflik ini meletik saat Davidoff & Cie berencana memasarkan merek rokok yang dikibarkan oleh Dino Davidoff ini di Indonesia. Sebagai merek rokok terkenal yang diproduksi oleh sekitar 40 pabrik di seluruh dunia, diperkirakan pemasarannya akan mudah. Hanya, ganjalan mendadak menghadangnya. Ternyata STTC sudah mengantongi lisensi sejak 1980 untuk memproduksi dan memasarkan Davidoff di Indonesia.

Telisik punya telisik, STTC memperoleh lisensi dari Davidoff Commercio, Brasil. Padahal perusahaan rokok asal Negeri Samba itu sudah ditutup karena kalah digugat oleh Davidoff & Cie dengan tuduhan memalsukan merek. Bahkan pemalsunya, Peter Koenig, sudah dihukum penjara 17 bulan.

Sejak itu, gugat-menggugat pun terjadi. Tapi Davidoff & Cie lebih sering kalah. Baru belakangan, setelah kasus itu sampai ke Mahkamah Agung, ia bisa menang. Kemenangan inilah yang belakangan diusik oleh STTC lewat pengajuan peninjauan kembali alias PK

Hanya, Gunawan Suryomurcito menaruh kecurigaan karena proses permohonan PK berlangsung amat cepat. Kliennya, Davidoff dan Reemtsma, hanya menerima pemberitahuan lewat pos dan tidak melalui jalur Departemen Luar Negeri. Ini dianggap tidak sah karena tak melalui jalur diplomatik. Tapi penitera telanjur mengirim permohonan PK itu ke Mahkamah Agung (MA). "Yang lebih mengherankan lagi, MA juga langsung membentuk tim hakimnya tanpa mencermati prosesnya," ujar Gunawan.

Itu sebabnya, buru-buru ia mengajukan keberatan kepada Pengadilan Niaga Jakarta. Akhirnya panitera pengadilan ini mengirim surat ke Mahkamah Agung, memohon penundaan proses permohonan PK yang disampaikan sebelumnya. Permohonan ini diperhatikan oleh Mahkamah.

Menurut pengacara STTC, Januar Jahja, sejatinya proses kilat itu wajar saja karena peradilan niaga memang dituntut cepat. Apalagi PK menyangkut putusan kasasi yang menghapuskan dan membatalkan merek Davidoff yang dianggap menjadi milik STTC.

Dalam vonis itu, majelis hakim kasasi yang diketuai Bagir Manan menyatakan majelis tingkat pertama melakukan kesalahan dalam penerapan hukum. Di situ disebut bahwa Davidoff bukan termasuk merek terkenal, tapi di mata majelis kasasi merek ini terbilang terkenal. Artinya, Davidoff mendapat keistimewaan sebagai merek seperti yang diatur dalam Undang-Undang Merek.

Hanya, Januar menganggap hakim kasasi khilaf dalam amar putusannya. "Kesimpulan itu diambil tanpa dasar yang jelas," katanya. Alasan lain pengajuan PK, karena Reemtsma dinilai tidak punya hak gugat. "Reemtsma hanya perusahaan pemegang lisensi merek Davidoff, bukan pemilik merek, sehingga tidak punya hubungan hukum dengan perkara ini," ujar Januar.

Tapi alasan terakhir buru-buru ditampik oleh Gunawan. "Reemtsma berkepentingan karena dia adalah pemegang lisensi merek Davidoff," ujarnya. Selain itu, berdasarkan Pasal 63 Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001, pihak ketiga bisa mengajukan gugatan.

Ketua MA yang juga ketua majelis hakim perkara itu, Bagir Manan, menyanggah pendapat pengacara STTC. ''Semua alasan hukum sudah dipertimbangkan. Putusan itu sudah tetap, tak ada yang kontradiktif. Kalau mau PK, ya, silakan saja. Asal sesuai dengan prosedur saja,'' tutur Bagir kepada Bambang Soed dari TEMPO.

Telah diusik kemenangannya, Gunawan yakin upaya PK itu tak akan dikabulkan. Lagi pula, permohonan tersebut tak menghalangi proses eksekusi. Itu sebabnya, kliennya berencana segera mendaftarkan merek Davidoff di Indonesia.

Namun, Januar mengaku masih punya harapan. ''Hukum di Indonesia itu unpredictable. Sebelumnya saya juga optimistis menang, tapi putusannya malah seperti itu," tuturnya.

Ahmad Taufik, Endri Kurniawati 

dari Majalah TEMPO16 September 2009 - Artikel

Wawancara Piek Mulyadi, Arsitek Jakarta : Apa Itu Sabuk Hijau (1)

$
0
0


                                                   (1) Sabuk Hijau

Insinyur Piek Mulyadi, sudah renta, saat saya temui beberapa tahun lalu usianya 77 tahun. Lulusan Arsitektur ITB 1961 ini adalah  penyusun masterplan DKI 1965-1985. Beberapa jabatanya pernah disandangnya antara lain  Staf DKI, Kepala Bappeda DKI 1968-1979, Wagub DKI, Dirjen di PU, Kerja di Pembangunan Jaya (Ciputra) selama 6 tahun.Kini rumah  tinggalnya  di atas tanah 1.600 m2 di  Jln. Taman Kemang II/2, Jakarta Selatan.


Persoalan klasik Jakarta, mencegah banjir.

      Cerita Jakarta ke depan, akan menyulitkan Gubernur yang baru  terutama pembangunan dan pencegahan banjir. “Rakyat akan  menagih janji pada Gubernur terpilih walaupun yang janji  itu calon lain."

        Bagaimana dengan Greenbelt atau sabuk hijau yang dalam peta atau masterplan 1965-1985, nampak ada?

       Green belt- Jakarta ingin dibatasi oleh kawasan hijau. Nah, kawasan hijau bisa peruntukannya macam-macam, yang pasti bukan untuk bangunan . Terutama di daerah selatan (Jakarta) di samping untuk kepentingan ruang terbuka juga untuk peresapan air.
         
      Konsep ruang terbuka itu,  atau open space itu bisa berfungsi, katakanlah, untuk seperti rongga-rongga udara, bisa mengalirkan membawa udara kemana-mana. Detailnya Disini (sambil menunjukkan peta sabuk hijau 1965-1985)  ada Sungai Ciliwung, sepanjang sungai itu ada kawasan hijau, ada peruntukan tertentu. Jadi, kalo melihatnya, ada sambungan semacam lorong ruang terbuka yang bisa memberikan sesuatu aliran angin atau aliran udara sehingga meringankan polusi yang mungkin timbul oleh asap-asap dan lain-lainnya. Karena itulah diperlukannya ruang-ruang terbuka di tengah kota.
      
        Kadang-kadang orang tak mengerti, lantas membuat polemik, main pokrol. Misalnya,  jaman lagi rame-ramenya pembangunan lapangan golf. Orang yang mau  membangun lapangan golf di sekitar kota Jakarta, media massa tak setuju. Padahal Jakarta butuh ruang hijau. Ada yang bilang pemeliharaan rumput, pakai pestisida-lah, kalau itu alasannya semua persawah di Jawa pakai juga pestisida.  Orang akan lebih nyaman. Coba kalau di Jakarta ada yang mau bangun lapangan golf, lapangan hijau, olah raga pasti nyaman betul.

(Baru-baru ini Daong Zulkarnain melaporkan pada saya, ada lapangan golf di kawasan Buncit mau dibangun apartemen, masyarakat setempat tidak setuju karena hilangnya ruang terbuka hijau dan tempat resapan air--gimana nih Gubernur Jokowi dan wakilnya Ahok merespons hal ini? )


        Green belt itu supaya kota itu dikitari oleh jalur hijau, karena Jakarta terbatas disini saja (sambil menunjuk peta yang dibatasi warna hijau). Berbeda dengan dahulu, jaman sebelum perang, jaman penjajahan Belanda, Depok dan daerah sekitarnya masuk Batavia, pemerintah bisa lebih leluasa  mengatur tata ruangnya.
   
        Malah jaman Gubernur Ali Sadikin, tercetus ide metropolitan megalopolis, maka kemudian ada ide Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi)
      
         Tahun 2005 hijau masih ingin dipertahankan, cuma sekarang peruntukannya agak diperingan, terutama terjadi di pinggiran Jakarta. Padahal nyata-nyata di pinggiran Jakarta seharusnya dipertahankan. Misalnya, di kawasan Pasar Minggu hanya boleh dibangun lima persen dari  tanah 2.000 m2. Namun kenyataannya melebih dari itu,  di pingiran-pinggiran kota sudah meringankan sekali. Cuma memang kawasan itu terus berkembang, yang tadinya cuma rumah pedusunan, istilahnya begitu,  berkembang menjadi villa vila, kontrolnyapun susah.
 
       Masterplan 2005 itu menyempurnakan dari masterplan sebelumnya, memang setiap 20 tahun sekali rencana itu disempurnakan dibagi dengan realitas yang terjadi. Pada dasarnya tak ada kota di dunia itustrict to the plan. Tidak menyimpang dari rencana, pasti begitu terjadi perubahan, impossible tak mungkin. Masalahnya bukan cuma birokrasi, masalah ijin dan sebagainya, tetapi juga kontrol serta pengamanan masterplan kota di seluruh dunia itu sama. (bersambung)

Wawancara Piek Mulyadi, Arsitek Kota Jakarta : Syarat Kota Sehat

$
0
0


                                              Syarat Kota Sehat
 
Apa syarat yang harus ada untuk dikatakan sebuah kota itu sehat?

       Mutlak jalur hijau, ruang hijau, kawasan terbuka itu mutlak. Pemerintahan memang ada usaha untuk mempertahankan kawasan hijau itu. Tetapi ada oknum yang berkolusi atau lengah seakan-akan memberi kesempatan orang menggerayangi jalur hijau. Kalau sudah terjadi itu susah, kalau birokrasi sendiri atau penguasa sendiri sudah mulai sekali saja memberi ijin pada  A atau B susah. Sama misalnya lapak atau pedagang kaki lima, sudah dapat ijin dari RT/RW/ dilegalisasi Lurah terus berkembang, merasa resmi tempatnya disitu, seperti sekarang di bawah jembatan tol, merasa bayar, merasa benar. Mereka bertahan dengan alasan itu. Mau tidak mau kita harus akui rakyat kita masih bodoh, alam fikirannya tidak rasional.

        Nah, ada Gubernur yang memang tidak banyak berjanji, dia mencoba berpegang pada rule , tapi calon yang lainnya janjinya macem-macam, apalagi ditambah calon-calon lain ikut-ikutan janjinya. Katanya, bantaran sungai akan dibiarkan untuk ditinggali. Itu, kan, rusak jadinya, sama saja memberi kesempatan dan menyulitkan untuk mengatasi persoalan di kota. Yang saya sangsinya kemampuan Gubernur menangani persoalan itu, terutama itu kalau orang itu menagih, walaupun bukan janji dia, misalnya soal banjir dan berkaitan dengan ruang terbuka tadi.

         Soal Banjir misalnya, saya pribadi, bisa saja meleset, 20 tahun ke depan belum tentu bisa mengatasi. Impossible. Urusan banjir sudah berpuluh-puluh tahun sejak jaman Belanda. Sekarang masalah yang paling berat ada dua segi, segi kewenangan pusat dan daerah dan masyarakat yang masih bodoh tad
i.

       Jakarta itu ada 10 atau  11 daerah aliran sungai besar dan kecil, anak sungai maupun induk. Daerah aliran sungai itu tidak semuanya terpelihara atau dirawat, ada pengendapan, bahkan ada yang menjadi kampung. Nah, untuk menangani yang ini saja sudah setengah mati susah. Orang tidak mau mengerti tinggal di bantaran sungai. Bantaran sungai itu bagian sungai yang ditanggul yang lebar untuk menahan kalau air meluap. Itu ndak boleh dibangun, ndak, boleh diapa-apakan. Orang ndak mau mengerti,  tanah kok dibiarkan begitu, sedangkan untuk merawat daerah aliran sungai itu mahal sekali. 

         Ketika saya menjabat di DKI, ketika kopro banjir akan menyerahkan kewenangannya ke  DKI, saya bilang tidak. Kemudian Ali  Sadikin juga menolak.

 Kenapa saya menolak? Karena aliran sungai yang dari luar bukan tanggung jawab Pemda DKI. Apalagi sekarang ternyata luapan banjir air itu  bawaan dari  daerah hulu. Ini harus ditangani sejak dari sumbernya.

         Saya pernah menjadi Dirjen Pembangunan Daerah, itu ada proyek bantuan luar negeri untuk menangani daerah aliran sungai. Karena air sudah membawa lumpur, dari gunung merusak kota-kota  yang dilewati sungai itu. Lalu proyek yang dibiayai banyak  sekali dibuatlah penghijauan di daerah aliran Sungai Citandui, pohon pete ditanam sepanjang sungai beratus-ratus kilometer. Namun, gagal,  tak berhasil, masyarakat tak tahu pete untuk apa?  Dikatakan agar tanah tak longsor, mereka malah balik bertanya, kalau longsor memangnya kenapa? Susah kami jelaskan pada orang-orang itu. Bahkan kini di deltanya di Cilacap sudah menjadi beberapa kelurahan.

        Sama halnya yang mengalir ke Jakarta itu. Bagiannya pusat, tidak cuma mencegah penghijauan di atas tetapi juga pemeliharaannya,  harus dikeruk terus. Pengerukan, butuh kapal keruk tenaga, biaya, tanggubf jawabnya pemerintah pusat, karena ini daerah aliran sungai ke Jakarta  meliputi wilayah Jawa Barat dan Tangerang (Banten).

      Dulu di Jakarta, seperti kita ketahui, air itu datang dari selatan, pemerintah pusat juga tahu. Lalu merencanakan waduk di selatan di daerah Depok, lembah itu kini menjadi daerah pemukiman. Dulu rencananya akan menjadi waduk yang besar, air yang masuk mengalir kesitu menampung air yang lebih ditahan disitu, baru nanti diatur dengan debit tertentu masuk ke sungai tertentu. Itu tak terwujud karena kesulitan mendapatkan atau membebaskan tanah. Sama saja nanti kalau Pemda  DKI dengan bantuan pemerintahan pusat, membangun banjir kanal barat dan timur tak selesai hingga kini, dan tetap menjadi masalah krusial. Karena pembebasan tanah itu. Kalau rakyat tak mau tanahnya dibebaskan bagaimana?

        Kalau dulu ada UU agraria, ada aturan soal pelepasan hak untuk fungsi sosial. Itu tak pernah disosialisasikan lagi. Hanya jaman Ali Sadikin mutlak, bahkan kadang-kadang dengan paksaan. Di daerah Sungai Ciliwung Gubernur Ali Sadikin dengan  Menteri PU dr. Sutami membebaskan daerah bantaran kali. Menteri PU berikutnyat Ir Suyono juga masih menjaga. Tapi periode berikutnya penguasa di Jakarta dan di pusat tak konsisten lagi. (bersambung)

Wawancara Piek Mulyadi, Arsitek Kota Jakarta : Apa Yang Hilang di Jakarta (habis)

$
0
0


                                     Apa yang Hilang di Jakarta Kini?


       Yang hilang jalur hijau, ada somethingyang harus dipecahkan. Dulu zaman Ali Sadikin, sampai dituduh ingin membangun negara dalam negara,  ingin menjadikan Jakarta kota tertutup. Bukan tertutup secara fisik atau istilah tertutup, tetapi tertutup bagi orang yang tanpa pekerjaan, tanpa tempat tinggal. Masuk dan tinggal di Jakarta itu tak diijinkan. 

     Nah, Ali Sadikin dipojokkan mau bikin negara dalam negera, kok rakyat tak boleh datang ke ibukota Jakarta. Sekarang pakai logika, orang tanpa rumah atau tempat tinggal, tanpa pekerjaan datang ke Jakarta, kan gelandangan namanya. Kalau menjadi pembantu rumah tangga, PRT, misalnya, kan jelas, ada pekerjaannya ada tempat yang ditinggalinya, itu bukan gelandangan.

       Cara yang baik , adalah jika ada pendatang masuk Jakarta, lapor ke  lurah mendeposit uang sebesar biaya untuk balik ke kampungnya. Kalau tiga bulan tanpa pekerjaan dan tempat tinggal, pulang dengan biaya yang dimilikinya sendiri. Itu adimnistrasi yang baik. Kalau tak dilakukan akan jadi berantakan. Selain itu juga pengendalian penduduk harus mutlak.

        Kalau Jakarta kondisinya seperti sekarang jangan mimpi bisa mengentaskan kemiskinan.  Misalnya tahun ini masuk 300 ribu orang, 100 ribu mendapat pekerjaan, 200 ribu nganggur, tahun depan masuk lagi 200 ribu, kan, komulatif bertambah kemiskinan ini. Di negara-negara besar, Moskow yang pernah kita mau coba contoh, administrasi menjadi kota tertutup


Bagaimana soal danau-danau yang hilang di Jakarta?

       Danau-danau itu tidak pernah dihilangkan oleh pemerintah cuma dikembangkan, harus diatur danau milik rakyat dan pemerintah, ndak ada danau yang dilepaskan  digantikan fungsi lain oleh pemda DKI.

      Waduk Melati, di kawasan Kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang itu, misalnya, punya fungsi yang besar. Tidak cuma dipertahankan waduk yang dulu, yang lama justru diperluas dibikin sistem teknis. Waduk atau irigasi itu ada irigasi teknis dan non teknis, begitu juga waduk-waduk banjir. Ada sekadar waduk namanya embung-embung, menampung air di waktu musim hujan di musim kemarau kering itu non teknis.
       
         Kalau teknis diatur permukaan naik airnya, disesuaikan dengan permukaan air atau kanal-kanal atau sungai-sungai lainnya yang menuju kesana lalu dibuang ke laut. Itu membutuhkan peralatan dan prasarana yang besar (teknis) yang tak teknis bisa jadi kampung, dibeli oleh pengembangan dibangun oleh pengembang untuk pemukiman.


Kembali ke soal daerah hijau harusnya bagaimana?
       
        Pemdanya tak konsisten pada saat itu, sudah jelas itu daerah hijau, daerah yang high control, tapi diberi kesempatan membangun. Kalau orang sekarang diberi kesmpatan membangun 10 atau 20 persen, tapi karena kontrolnya gak bisa bisa jadi 50 persen atau lebih, sebenarnya bisa dilarang, dengan ijin-ijinnya diperiksa, tetapi tak dilakukan.
        
       Dulu kami bikin Pulomas Pacuan kuda,  itu untuk jalur hijau memberikan fungsi jalur hijau agar tak terbengkalai. Pacuan kuda juga bisa menghasilkan uang, saya pada zaman Ali Sadikin survei  ke Hongkong, Malaysia dan Australia, mengadakan toto. Ada suatu daerah di Malaysia atau Victoria Australia, daerahnya dibangun dengan toto. Tapi karena dianggap judi, pernah sempat sebentar ditutup, padahal Pak Harto setuju, bahkan pak harto yang sempat mengijinkan kami mengimpor kuda balap. Namun, karena dijadikan isu politik dan agama, jadi berantakan.   
  
       Ternyata waktu itu ada interes dari atasan saya mau menjadikan pacuan kuda dijual ke pengembang. Padahal, sejak semula saya katakan itu jalur hijau yang diberikan fungsi, seperti halnya, lapangan gof, lapangan olah raga. (habis)




Manaqib : Sayyid Abubakar bin Salim bin Abdurachman Al-Jufri (bagian 1)

$
0
0
Prolog :


          Setiap tanggal 17 Sya'ban, peringatan kematian (haul) ayah saya. Hari ini diperingati, memang sudah lewat dua hari. Mungkin meilih karena hari Sabtu, akhir pekan, hari libur, dan setiap Sabtu keluarga kami berkumpul sejak ayah saya tiada. Saya sering tidak hadir di hari Sabtu, selain sering ada acara dan juga sekarang sedang kuliah lagi.
          Hari ini saya meninggalkan presentasi, yang sudah disepakati dengan dosen Ekonomi Politik. Tapi tak apalah, ini sebuah pilihan. Yang aku ingat, pada saat ayah saya meninggal pada 1996, saat itu saya sedang berada di suatu tempat yang bernama Lembaga Permasyarakatan Kesambi, Cirebon, Jawa Barat. Saat itu saya tak diizinkan Kepala LP, Zakaria untuk keluar LP. Padahal kawan-kawan di Jakarta sudah mendapatkan izin dari Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan, Baharudin Lopa. Tapi Zakarian bersikeras, saya tak boleh keluar melawat ayah saya untuk terakhir kalinya. Ini risiko, saya maklumi itu.

      Namun, saya teringat ketika di Rutan Salemba, saat itu, ada seorang yang terlibat perkara 378 KUHP, putrinya meninggal. Kepala Rutan bersikeras dia tak boleh keluar, karena sang tahanan, tak mau mengeluarkan pelicin. Aku yang mengetahui itu langsung menghadap Kepala Rutan, dan meminta orang tersebut dizinkan keluar, melayat putrinya. Kami tahu ada aturan yang membolehkannya. Tapi yang terjadi padaku sebaliknya. Apa boleh buat.
       Di bawah ini cerita sedikti tentang ayah saya yang acaranya di haulkan hari ini.



Manaqib Habib Abubakar bin Salim Al-Jufri


 
Almarhum Habib Abubakar bin Salim Al-Jufri adalah keturunan ke-36 dari Rasulullah Muhammad SAW. Menurut sejarah, pada akhir abad ke-19 datanglah ke Pulau Jawa tiga orang pemuda Abdurachman, Umar dan Mohammad, putera-putera dari Habib Abdul Kadir Al-Djufri dari Sewun, Hadramaut (sekarang berada di Republik Yaman).

Ketiganya dari Pulau Jawa berangkat ke Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur dan berusaha dalam peternakan dan perdagangan hewan. Muhammad dan Umar membuat syarikat Firma Mohammad Aldjufri yang berhasil menjadi perusahaan besar di bidang perdagangan hewan sampai dengan tahun 1957. Sedangkan Abdurrahman lebih banyak mencurahkan waktunya untuk dakwah di Pulau Sumba ditunjang oleh kedua saudaranya. Ketiganya meninggal dan dimakamkan di Surabaya.

         Tentang keluarga Al-Jufri terekam dalam Buku Sejarah Republik Indonesia tentang kepulauan Sunda Kecil yang diterbitkan oleh Kementerian Penerangan R.I. Kalau di daerah Sumba kini lebih kurang ada ratusan ribu orang penduduk yang menganut agama Islam dan mempunyai 2 buah sekolah madrasah, maka ini dapat dimengerti karena pada abad XX datang lagi seorang bernama Mochamad bin Aldjufri, seorang Arab pedagang hewan yang terbesar di daerah Sumba hingga sekarang ini.

Manaqib : Sayyid Abubakar bin Salim Aljufri (2)

$
0
0


Dari Mana Al-Jufri Berasal?


        Yang pertama kali dijuluki "al-Djufri " ialah waliyullah Abu Bakar bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Gelar yang disandang karena beliau dipanggil oleh datuk dari ibunya Waliyullah Abdurahman Assegaf bin Muhammad  Maula  Dawilah dengan sebutan Djufratiy yang berarti anak kecil kesayangan yang berbadan gemuk dan kekar. Dan setelah dewasa ia menjadi seorang ahli dalam ilmu Jafar, suatu rumus-rumus yang menggunakan huruf dan angka yang ditulis di atas kulit Jafar (anak kambing).

       Pada suatu hari beliau kehilangan kitabnya yang berisi ilmu Jafar, beliau mencarinya sambil berkata Jafri (maksudnya kitab ilmu Jafarku). Maka mulai sejak itu beliau disebut al-Jufri.

       Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai lima orang anak lelaki yaitu: Muhammad, Abdullah, Ahmad, Alwi al-Chawas dan Umar. Dari kelima anak yang terputus keturunannya adalah Muhammad dan Abdullah, sedangkan dari ketiga anaknya yang lain menurunkan keturunan al-Djufri seperti: al-Kaf, al-Shafi dan al-Bahar. Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri wafat di kota Tarim, Hadramaut pada tahun 860 Hijriyah

Manaqib : Sayyid Abubakar bin Salim Aljufri (3)

$
0
0


Hadramaut, Dimana itu?



Nama Hadhramaut sudah dikenal lama sebagai asal muasal para keturunan Arab yang bermukim di Indonesia.Bagi kebanyakan para santri dan ulama tanah air, wilayah yang luasnya sebesar Pulau Jawa ini adalah daerah 1000 wali dan kini menjadi salah satu tujuan wisata religi dari warga Indonesia. Beberapa biro perjalanan umrah mencantumkan wilayah ini sebagai salah tujuan sebelum atau setelah umrah.

Islam di Indonesia berkembang setelah para perantau Hadramaut menginjakkan kakinya di abad ke-13 (bahkan ada yang menyebut sudah ada yang meninjak kaki ke Barus, Sumatera Utara, diutus oleh Khalifah keempat Imam Ali  bin Abi Thalib). Bahkan sebagian besar Walisongo adalah keturunan dari negeri tandus yang merupakan daerah pelarian para keturunan nabi. Gempuran dari Utara dan menyebarnya paham yang memuushi keluarga nani semakin mengancam keberadaan salah satu suku bangsa Arab yang paling terhormat di masa Nabi Muhamad SAW.

Solahuddin Wahid, pengelola Pesantren Tebu Ireng Jombang, menulis saat berkunjung ke Tarim untuk meninjau Darul Mustafa, lembaga pendidikan yang dibangun Habib Umar Al-Hafidz. Di sana ia menemukan banyaknya persamaan dengan apa yang diajarkan ulama Indonesia, sehingga makin mengesankan betapa model dan sistem pendidikan pesantren kita berasal dari sana. Atau dengan kata lain para ulama Indonesia memang berasal atau berguru dengan ulama di Hadhramaut.

Wilayah yang terletak di negara Yaman, di selatan Semanjung Arabia, konon sudah menjadi rujukan dari para ulama Islam. Seribu tahun lalu, wilayah ini menjadi tempat pelarian dari keturunan Sayidina Ali bin Abi Thalib. Perpecahan besar di tubuh Islam yang menyebabkan terbunuhnya Ali, sepupu dan sekaligus menantu rasulullah. Peristiwa terbunuhnya Khalifah keempat kaum Sunni dan oleh Syiah sebagai Imam ini telah menyebabkan anak-keturunannnya, melarikan diri ke luar Arab Saudi. Mereka ke Irak dan dari sana sebagian lagi melanjutkan perjalanannya ke Hadramaut.

Ketika Imam Ahmad Almuhadjir pindah dari Irak turut serta sekitar 70 orang anak keturunan Sayidina Ali yang adalah juga keturunan Nabi Besar Muhammad SAW dari anaknya yang bernama Fatimah.

Fatimah dan Ali bin Abi Talib melahirkan dua cucu Rasulullah yaitu Hasan dan Husin yang kemudian menandai garis keturunan yang terus dirawat oleh para habaib atau sayid sampai saat ini.

Keistimewaan para habaib ini adalah kemampuannya di bidang perdagangan dan pendidikan. Dua bidang ini dilakukan secara simultan. Yang memiliki ilmu agama terus meningkatkan pendidikan agamanya, sedangkan yang lain berkiprah dalam bidang bisnis. Akhir abad ke 19 merupakan puncak arus imigrasi dari Hadramaut ke wilayah di Asia Tenggara. Mereka datang dan membaur ke tengah penduduk asli yang sudah beragama Islam.

Manaqib : Sayyid Abubakar bin Salim Aljufri (4)

$
0
0


Diaspora Arab Hadramaut


Ini cerita sedikit tentang Diaspora Arab Hadramaut.
      
          Mencari cincin Nabi Sulaiman, itulah yang digambarkan dalam pepatah Arab saat orang Arab memutuskan untuk pindah dari negerinya, Hadramaut. Menurut LWC van den Berg, orang Arab yang memutuskan untuk pindah (menjadi imigran) bukanlah golongan yang terkaya di Hadramaut (LWC van den Berg , 2010, hal.113)
        Dalam peta Bangsa Belanda yang disebut Hadramaut adalah seluruh pantai Arab Selatan, sejak Aden hingga Tanjung Ras al-Hadd. (Berg, 2010 ; 13) Namun, bagi orang Arab modern, Hadramaut hanyalah sebagian kecil dari Arab Selatan, artinya pantai di antara desa-desa nelayan Ain Bama’bad dan Saihut besertadaerah pegununungan yang terletak di belakangnya.
          Dua pelabuhan yang cukup penting di pantai Hadramaut adalah asy-Syihr dan Al-Mokalla. Sedangkan kota-kota besar di Hadramaut adalah Al-Gorfah, Saiun (Sewun), Taribah, al-Goraf, As-Sowairi, Terim (Tarim). Inat dan Al-Qasm. Tempat suci yang terkenal adalah Qabr Hud, makam Nabi Hud yang diakui sebagai nenek moyang mereka. Pada tanggal 11 bulan Sya’ban setiap tahun peziarah dari banyak negeri datang kesana. (Berg, 2010; 17)
          Penduduk Hadramaut terdiri dari berbagai golongan ; Golongan Sayyid, Suku-suku (Qabili),  Menengah dan budak.
           Golongan sayyid adalah keturunan al-Hussain, cucu Nabi Muhammad SAW. Mereka yang pria bergelar Habib (jamak : habaib), sedangkan perempuan disebut Hababah atau Syarifah. Golongan sayyid sangat besar jumlah anggotanya di Hadramaut, mereka membentuk kebangsawanan beragama yang sangat dihormati, sehingga secara moral sangat berpengaruh pada penduduk. Golongan ini terbagi dalam keluarga-keluarga (qabilah). (Berg. 2010:33)
          Nenek moyang golongan sayid di Hadramaut adalah seorang yang bernama Ahmad bin Isa (bergelar al-Muhajir) bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidi bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zain al-Abidin bin Hussain bin Ali bin Abi Thalib. Menurut tradisi ia telah menetap di negeri itu selama 10 abad (hal.51). Ahmad bin Isa hidup pada  tahun 820-924. Mereka pindah dari Bashrah di Iraq, karena tekanan politik pemerintahan yang zalim waktu itu. Mereka yang menetap di Hadramaut lalu disebut Alawiyin atau keturunan Alwi  bin Ubaydillah cucu  Ahmad bin Isa. (lihat foto diagram)

SilsilahHussein1.JPG
#Keterangan gambar : Monogram silsilah leluhur keturunan Al-Imam Husein (RA)—Cucu Nabi Muhammad SAW (Muhammad Hasan Aidid, 1999)#

         Golongan kedua adalah suku-suku, para anggota suku disebut qabili (jamak : qabail). Mereka adalah golongan  yang paling menarik dari populasi Hadramaut. Mereka membentuk kelas yang dominan dan semua laki-laki dewasanya menyandang senjata. (Berg, 2010 :34). Selain, suku-suku tersebut ada juga suku badui, suku yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap (berpindah-pindah).
        Ketiga, golongan menengah, mereka adalah penduduk bebas yang berada di kota maupun di desa bukan anggota suku manapun, bukan sayid dan tidak menyandang senjata. Mereka adalah ; para pedagang, pengrajin, petani dan pembantu (khaddam). Ketiga yang pertama membentuk korps profesi, sedangkan yang keempat mereka mengikuti kondisi majikannya dan dianggap bagian dari korps profesi majikan yang bersangkutan. (Berg, 2010 ;38-39).
        Yang terakhir adalah golongan budak (abid). Nasib budak di Hadramaut tidak terlalu buruk, tidak seperti nasib budak di tanah hijaz/nejed (Saudi Arabia). Para budak di Hadramaut  harus diperlakukan sebagai anggota keluarga, bukan sebagai hak milik. Para budak ini hanya berganti majikan setelah  keturunan majikannya meninggal dunia. Semua budak di Hadramaut beragama Islam. Jika ada yang beragama Kristen atau kafir, mereka dipaksa memeluk agama Islam.  (Berg, 2010 ;66).
         Selain ke empat golongan di atas ada  golongan ningrat yang khas bergelar Syaikh (jamak : Masyaikh). Gelar itu disandang untuk dijadikan kehormatan pribadi, karena mereka  mengabdi pada ilmu. (Berg, 2010 ;39). Mereka adalah guru-guru agama, bahkan pada semua keempat golongan di atas.
          Golongan sayid lewat Al-Faqih al-Muqaddam (1176 – 1264) dikenal sebagaifounding father dalam perkembangan aliran tasawuf  thariqah ‘Alawiyah memilih dakwah jalan damai. Anak Alwi yang disebut kalangan komunitas’Alawiyin ini menerapkan sebuah ajaran tasawuf, prinsip cinta dan metode dakwah damai menjadi ciri utama thariqah ini.  Diperkuat oleh upacara simbolik pematahan pedang yang dilakukan oleh al-Faqih al-Muqaddam di hadapan pengikutnya sebagai tanda ditinggalkannya kekerasan dalam dakwah mereka.
           Para pengikut thariqah ‘Alawiyah – yang umumnya dimotori oleh kaum haba’ib (tunggal : habib) -- inilah yang, melalui diaspora mereka, kemudian berperan penting dalam penyebaran Islam ke seluruh dunia, khususnya ke Afrika dan Asia Timur Jauh, termasuk Nusantara. Hampir merupakan suatu kesepakatan bahwa warna Islam (seperti yang dianut Nahdlatul Ulama/NU) yang bersifat “tradisional” adalah warisan dari thariqah ‘Alawiyah ini.Bahkan, menurut salah satu versi, delapan dari sembilan Wali Songo melacak silsilahnya kepada Azhamat Khan, seorang tokoh dari lingkungan ‘Alawiyin yang berakar di Hadhramaut.
          Lepas dari upacara simbolik pematahan pedang itu, mudah difahami bahwa sebagai suatu metoda tasawuf, thariqah ‘Alawiyah mempromosikan jalan akhlak, cinta dan perdamaian. Inilah persis yang mencirikan berbagai kegiatan dakwah di lingkungan thariqah ‘Alawiyah. Selain sifat apolitis dan pilihan tema-tema yang cenderung menekankan pada penyucian hati lewat pembinaan akhlak dan ritual, dakwah thariqah ‘Alawiyahjuga bersikap toleran dan inklusif, tak membeda-bedakan audiencedari segi status sosial atau keagamaan.
          Seperti juga kita lihat pada kiprah para Habib di Nusantara sejak dulu sampai sekarang, tak jarang pengajian mereka dihadiri para (mantan) preman, pejabat – yang mungkin diragukan integritasnya – artis, bahkan tak jarang pengikut agama lain. Ini terungkap saat pengamat asing, seperti Mark Woodward (Arizona State University, penulisIslam in Java) dan Engseng Ho (Duke University, penulis The Graves of Tarim), memaparkan hasil penelitiannya dalam Seminar “Dakwah Damai ‘Alawiyin/Habaib di Nusantara”, 14-15 Agustus, 2012 , di Jakarta.
        Selain kaum Alawiyin di atas, menurut penelitian van den Berg, orang Arab Hadramaut mulai datang secara massal ke Nusantara pada tahun-tahun terakhir abad ke-18.(Berg, 2010 ; 100) Pada zaman yang lebih awal beberapa orang sudah datang secara terpisah untuk mengadu nasib di Timur Jauh. ( Berg, 2010 ;111). Diaspora Arab Hadramut itu pertama mendarat di Pantai Malabar, India.  Setelah itu perhentian mereka  pertama adalah Aceh, menyebar ke Palembang dan seputaran Sumatera, Melaka dan Pulau Penang (Malaysia), Singapura, Pontianak, Irian  (Guinea Baru), Kepulauan Sulu serta Filipina.

Manaqib : Sayyid Abubakar bin Salim Aljufri (5)

$
0
0


Habib Abubakar Al-Djufri

       Almarhum Habib Abubakar Al-Djufri ini adalah putera kandung dari Syarifah Sidah binti Mohammad Al-Djufri dan Habib Salim bin Abdurrahman Al-Djufri. Lahir di Gresik, Jawa Timur 21 Desember (17 Sya’ban) 1926. Anak ketiga dari sebelas bersaudara ini belajar di perguruan Al-Khairiyah dan Islamic Middlebare School di Surabaya. Ia  sempat mencicipi sekolah singkat diInternational Marketing, Colombo Plan, Indian Institute of Foreign Trade, New Delhi, India. Tamat sekolah, ia tertarik pada dunia pendidikan dan menjadi penilik sekolah Arab English School di Pandaan, Malang. Namun, seperti keluarganya yang lain akhirnya terjun juga dalam dunia usaha, tahun 1942 menjadi sekretaris Persatuan Pedagang Asia.

      Ketika Jepang berkuasa Abubakar Al-Djufri menjabat kepala Gudang Bongkar Muat perusahaan Ganebo. Juga aktif dalam Keibodan, 1944.  Ketika Revolusi Kemerdekaan Indonesia pecah ia menggabungkan diri dalam Barisan pemberontakan Rakyat Indonesia, pimpinan Bung Tomo. Selain itu, ia menjadi wartawan berbagai media yang pro Republik Indonesia sampai tahun 1948. Pekerjaan wartawan ditekuninya pula sampai masa tuanya. Ia adalah wartawan Kantor Berita Antara dengan kode D-13, 1975-1980.

        Almarhum Al-Habib Haji Abubakar Aljufri lalu aktif menekuni pekerjaannya sebagai pedagang sapi, dan pekerjaan jasa lainnya. Pemilik ranch di  di Pare-pare Sulawesi Selatan dan Sumba, NTT ini juga menjadi penghubung utama para pedagang, petani dan pemerintah Indonesia dengan negara-negara di Timur Tengah.

      Organisasi Abubabar Aldjufri tak terbilang banyaknya, ia menjadi perintis beberapa asosiasi, antara lain menjadi ketua Pepehani (persatuan Pedagang Hewan Nasional Indonesia, hampir sepanjang hayatnya, Ketua Indonesian Man Power Association (IMSA)-Perusahaan Pengerah tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri- , Gabungan Pengusaha ekspor Indonesia (GPEI),  Ketua Indapta,  Ketua Kamar Dagang Indonesia untuk Timur Tengah, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), dan lain sebagainya. Karena aktifnya, beliau pernah memimpin delegasi petani Indonesia di Irak, dan akrab dengan Saddam Hussein. Di Timur Tengah juga beliau pendukung aktif perjuangan kemerdekaan Palestina, dan dikenal dekat dengan pemimpin PLO, Yasser Arafat. Karena dekatnya, saat anak perempuan terakhir lahir dinama Leila, diambil dari nama seorang pejuang perempuan Palestina Leila Khalid.

        Sayyid Abubakar Aldjufri  juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surabaya pada tahun 1951. Di samping itu tidak melupakan tugas yang dikerjakan nenek moyangnya berdakwah untuk kaum papa di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), ia tergabung dalam satuan ulama untuk daerah tersebut.

         Ayah 15 orang anak ini meninggal  di Jakarta pada 1996, di rumah isterinya Syarifah Fadilah buah hati pasangan Hasan bin Agil dan Zahra binti Abubakar Alhabsyi, putri Kebon Pala Tenabang. Sayyid Abubakar Aldjufri dikuburkan di Pemakaman Umum Karet, Jakarta Pusat.  (***)

Manaqib : Sayyid Abubakar bin Salim Aljufri (6 habis)

$
0
0


Boks :

Haji Abubakar Aldjufri : Tenar Karena Ternak


      Rame-rame korupsi daging sapi belakangan ini sungguh miris. Nah, inilah dulu yang pernah dilakukan Almarhum Sayyid Abubakar Al-Djufri. Ini berita nya:

       Melawan cukong-cukong ternak Indonesia di Hongkong, sudah dilakukan Abubakar Aldjufri pada tahun 1973. "Perdagangan ternak kini betul-betul dikuasai cukong-cukong yang berpangkalan di Hongkong. Bukan dalam bentuk penanaman modal langsung tapi berujud monopoli dan diskriminasi angkutan laut,"ujarnya. (Rubrik Ekonomi Bisnis, Majalah Tempo, 23 Juni 1973, hal.39). Saat itu Abubakar menjadi Ketua Gabungan Eksportir Ternak Indonesia (Indapta), sebuah asosiasi 65 pedagangan ternak pribumi Indonesia.

      Kekesalan Abubakar Aldjufri pada cukong-cukong ternak, wajar, karena akibatnya,  pengusaha yang tergabung dalam Indapta makin lama jumlahnya makin berkurang. Dari 65 anggota yang masih dapat beroperasi tinggal 15 perusahaan.  Duapuluh eksportir daerah beralih usaha, dan 30 eks anggota Indapta menjadi komisioner dan berfungsi sebagai orang  kepercayaan eksportir yang mendapat modalnya dari Hongkong.

         Abubakar Aldjufri dengan perusahaannya Fa. Aldjufri merupakan salah satu perintis ekspor ternak ke luar negeri, terutama Hongkong. Tiap tahun ekspor ternak Indonesia meningkat. Namun, belakangan yang menikmati keuntungan hanyalah para cukong asal Hongkong dan Singapura. Jika para cukong licik itu dapat diberantas, Abubakar yakin lebih banyak dollar dan rupiah mengalir masuk ke kantong eksportir-eksportir maupun petani-petani ternak di Nusa Tenggara Barat, Timur dan pulau dewata. Tapi nyatanya,  kenaikan itu tidak dengan sendirinya menguntungkan para eksportir dan peternak Indonesia.

       Perjuangan Abubakar untuk membela para peternak Indonesia, selain untuk perusahaan yang dirintis keluarganya, juga kelangsungan hidup para eksportir, peternak Indonesia, dan pemasukan devisa yang tak kecil. Padahal saat itu andalan ekonomi Indonesia, hanyalah berasal dari minyak. Namun, pada 1979, pemerintah melarang ekspor ternak, dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Abubakar tak putus asa, ia terus berjuang dan membentuk organisasi Pedagang Hewan Nasional Indonesia (Pepehani). Maksudnya, ada para peternak dan pedagang hewan tak dirugikan.

       Tak heran sebelum meninggalnya,  jika setiap Ramadhan, Idul Fitri, maupun Idul Adha, nama Abubakar Aldjufri, selalu dikutip media massa, mengenai stabilitas harga daging dan perdagangan ternak untuk kebutuhan masyarakat. Biasanya, Abubakar berhadap dengan birokrat pemerintah yang memeras pedagang, lewat keribetan birokrasi dan pungutan-pungutan yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.  (**)


Pancasila "Hilang"?

$
0
0


   2 Juli lalu, Rancangan Undang-undang Organisasi Masyarakat (Ormas) disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), setelah tertunda beberapa kali. Gelombang protes, terus terjadi, bahkan pekan-pekan depan akan bergulir judicial review di Mahkamah Konstitusi.
        Gelombang protes datang dari dua sisi kelompok yang biasanya berlawanan ; Kelompok pro demokrasi dan kelompok anti demokrasi (pro asas lain selain Pancasila).Masing-masing punya alasan berbeda. Tentu saya tak akan membahas dan menelaah pro-kontra itu. Saya cuma mau mengaitkan dengan tema seminar kita ini “Peran PANCASILA dalam Kehidupan Beragama Di Indonesia.
Dalam kata-kata awal pembukaan TOR (Term of Reference) disebutkan “Pancasila sebagai falsafah negara, ideologi negara, landasan dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia, berarti Pancasila merupakan sumber nilai bagi segala penyelenggaraan negara baik yang bersifat kejasmanian maupun kerohanian.”

Nah, apa kaitannya dengan Undang-undang Ormas yang baru saja diketuk palu oleh DPR? Dalam Pasal 2, UU Ormas yang belum bernomor, (karena belum ditandatangani oleh Presiden disebutkan, “Asas Ormas tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” 
Pada pasal berikutnya,  Pasal 3, “ Ormas dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Ormas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Lalu kenapa UU yang berlandaskan Pancasila ini banyak diprotes?
Ada dalam  BAB XVI LARANGAN,  Pasal 59 ayat (2)Ormas dilarang:
a. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan;
b. melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia;
c. melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau
e. melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat (4) Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Bisa dimengerti jika yang memprotes adalah kelompok-kelompok yang dilarang oleh UU Ormas itu atau pendukungnya. Seperti kelompok-kelompok yang  tidak mau menerima Pancasila sebagai asas organisasinya, atau gemar melakukan kekerasan untuk memaksakan kehendak keyakinannya, dan mengabaikan adanya negara, atau punya (hidden) agenda lain, “titipan” dari luar negara kita.
Selain ada yang menginginkan Pancasila “hilang”, seperti kelompok-kelompok di atas, pemerintah dan aparat penegak hukum juga turut menyumbangkan nilai-nilai Pancasila itu “hilang”. Seperti negara membiarkan kelompok-kelompok “gemar” kekerasan menginjak-nginjak hak asasi warga negara. Terutama yang berkaitan dengan kehidupan beragama.  Seperti yang terjadi di Sampang, Tasikmalaya, Kuningan, Cikeusik, Bekasi, Bogor, Lampung, Aceh dan tempat-tempat lainnya.
Bahkan yang lebih sedih lagi, terjadi pada tanggal 1 Juni yang baru lewat, Gelora Bung Karno di Senayan, Jakarta, digunakan oleh sebuah organisasi yang menolak asas Pancasila sebagai asas organisasinya, mereka adalah yang mengusung ideologi transnasional, yang bahkan oleh banyak kalangan Islam sudah ditolak, selain bertentangan dengan Islam sebagai rahmatan lil alamin, karena ada pemaksaan kehendak, juga mengusung keinginan yang sudah usang , “khilafah”.
Bung Karno dalam pidato yang diucapkan pada 1 Juni 1945 (yang kemudian dinyatakan sebagai Hari Lahir Pancasila), saat menyebut sila Ketuhanan Yang Maha Esa, “Marilah kita amalkan, jalankan agama…dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat menghormati satu sama lain…
Lalu, apakah kita sebagai generasi penerus yang tinggal menikmati jerih payah perjuangan founding fathers and mothersakan membiarkan Pancasila “hilang”?
Saya tidak rela.  Karena air yang sudah saya minum, tanah yang sudah saya pijak dan dari sana tumbuh makanan yang saya sudah makan(walau belakangan banyak yang impor), telah turut menghidupi, membuat saya tumbuh mulai dari fisik sampai otak (fikiran), sampai saat ini. Saya akan ikut berjuang sekuat tenaga untuk Pancasila yang menjadikan negara Indonesia ini tetap ada.
Sebagai penutup, saya akan mengutip sebuah alinea dari ceramah Mochtar Lubis pada 6 April 1977 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, “…Saya mengusulkan agar kita menumbuhkan dan memperkuat etik bangsa kita kembali, mengembangkan tata nilai yang dapat memperkuat kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, antara yang patut dan tidak patut, antara benar dan tidak benar, antara yang hak dan yang bathil, antara kepentingan sendiri dengan kepentingan masyarakat, antara yang layak dan tidak layak, antara yang adil dan yang zalim, dan sebagainya…

Bandung, 4 Juli 2013
Ahmad Taufik
(Jurnalis, advokat dan dosen di STIKOM Bandung)
twitter @rumahopik
*) catatan untuk Seminar“Peran PANCASILA dalam Kehidupan Beragama Di Indonesia. Oleh Pemuda Merah Putih di Gedung Indonesia Menggugat (eks Land Raad), Bandung
Bacaan :
Lubis, Mochtar. 2012. Manusia Indonesia, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta
Departemen Penerangan RI. 2010. Lahirnya Pantja – Sila, Yayasan UNTAG, Jakarta-Malang-Surabaya.
DPR.go.id. RUU Ormas,  draft 2 Juli 2013

Nasionalisme dari Omben

$
0
0

 
Oleh Hertasning Ichlas

10 orang pengayuh sepeda Muslim Syiah Sampang yang ada di Jakarta bukan hanya kuat secara fisik, mereka juga teguh dalam prinsip. 16 hari mengayuh sepeda dari Surabaya menuju Jakarta, jelas butuh keyakinan. Apalagi keadaan mereka yang sudah 11 bulan berstatus pengungsi. Keadaan yang membuat mereka kehilangan kebebasan sebagai manusia yang utuh. Mungkin hanya keyakinan dan akal sehat yang menjadi kekuatan terbesar mereka untuk terus berjuang dan tidak putus asa.

Keberadaan mereka di Jakarta, memberikan banyak kesempatan bagi kami saling berjumpa dan bersama-sama. Satu-persatu di antara mereka saya ajak berbicara, berbagi keluh kesah dan semangat. Selama satu bulan lebih mereka di Jakarta telah membuat kami begitu dekat. Kami bertukar pikiran di sela-sela aksi damai di istana, pada saat kunjungan-kunjungan advokasi kami, atau bahkan obrolan saat-saat santai mengusir penat usai shalat dengan selonjoran dan merokok bersama.

Terus terang dalam obrolan itu saya lebih banyak mengambil posisi menyerap dan mengambil energi mereka. Dalam hati saya membatin "seandainya presiden mendengar suara dan pikiran mereka. Seandainya kiai dan elit-elit itu paham betapa mereka termakan fitnah. Dan seandainya Kepala Kesbangpol Sampang yang tak jelas itu bisa belajar kebangsaan dan nasionalisme justru dari warga-warga mereka yang udik."

Siapa sangka dari mulut warga Omben, Sampang yang terkenal terpencil, terbelakang dan bahkan tidak mengenyam sekolah, keluar keyakinan tentang pentingnya kebhinekaan, Pancasila dan konstitusi. Tentang perbedaan dan penerimaan mereka terhadap keragaman, bahkan terhadap agama yang berbeda sebagai saudara manusia. Dan yang lebih penting keyakinan mereka bahwa Islam mengharamkan kekerasan, menyerang kehormatan orang lain, dan mendendam.

Mereka sedih melihat keterbelakangan, kebodohan dan salah paham di kampung mereka di Omben. Mereka telah percaya agama seharusnya mencerdaskan, mencerahkan dan membebaskan manusia dari belenggu kebodohan, kedengkian dan dendam.  

Mereka sangat otentik sebagai warga Sampang dan warga negara Indonesia. Tak ada jejak pikir dan nafsu agama transnasionalisme. Mereka tak pernah menyesatkan dan mengkafirkan orang-orang yang
memusuhi dan mengadili agama mereka. Mereka sangat bangga dan yakin dengan negara, Indonesia, konstitusi dan Pancasila betapa pun telah bertubi-tubi dikecewakan. Ekspresi kebangsaan mereka sangat kuat sekali terutama terlihat dalam pilihan mereka untuk selalu menempuh cara-cara hukum dan beradab tak kenal lelah. Dan tampaknya mereka hanya ingin hidup dan mati di kampung mereka sebagai warga negara Indonesia dan tidak terpikir menjadi warga negara lain apalagi melalui sebuah pengusiran. 

Dalam hati saya berdoa, semoga fitnah dan salah paham ini segera berakhir. Dan mereka para elit yang belum selesai dengan dengki dan benci terkalahkan oleh akal sehat, keadilan dan kualitas moral dari yang mereka benci. Dan saya yakin 10 pegowes dan pengungsi Syiah lainnya adalah orang-orang tak terkalahkan karena pikiran mereka yang damai, jernih, dan adil.

Dalam setiap penindasan, orang-orang tertindas selain menderita rupanya telah pula menjadi lebih kuat, lebih tangguh, lebih berani dan yakin, lebih dari yang dibayangkan oleh musuh mereka. Mereka menjadi komunitas yang berbeda. Selera mereka terhadap keadilan begitu kuat. Perspektif mereka terhadap kemanusiaan begitu cemerlang.  Sadarlah saya, betapa kuat perubahan cara berpikir dan kesadaran yang dibawa Tajul Muluk kepada mereka.

Dalam pengusiran dan pengungsian, jika saja kita mau jujur, sebuah perubahan berpikir dan etos komunitas yang maju telah lahir di Omben; masyarakat yang kritis, humanis, terbuka, berselera kebangsaan dan keadilan yang kuat disertai kesadaran hak-hak konstitusional dan kewarganegaraan. Dan kita tahu, guru mereka Tajul Muluk telah dikriminalisasi karena telah melakukan perubahan tersebut. Pada akhirnya, mereka telah menginspirasi sebuah perjuangan yang setia dengan kostitusi dan cara-cara beradab, dan mereka mengajari saya menjadi manusia merdeka. 

Kasus Syiah Sampang : Janji Lagi Presiden SBY

$
0
0


Selasa, 16 Juli 2013 | 19:59 WIB
Presiden Janji Pimpin Rekonsiliasi Syiah Sampang

TEMPO.CO, Jakarta - Setelah satu bulan berada di Jakarta, 10 orang perwakilan pengungsi muslim Syiah Sampang, Jawa Timur, akhirnya diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kediamannya di Cikeas pada 14 Juli 2013 lalu. "Ada beberapa yang disampaikan Presiden dalam pertemuan tersebut, salah satunya janji rekonsiliasi dengan pihak yang terkait," ujar Ahmad Hidayat, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Ahlulbait Indonesia di kantornya, Selasa 16 Juli 2013.

Beberapa hal yang disampaikan Presiden dalam pertemuan dengan 10 pegowes tersebut yaitu:

1. Presiden menyatakan prihatin dan sedih atas kejadian yang menimpa muslim Syiah Sampang. Presiden menyampaikan salam sayang kepada para pengungsi yang berada di Rumah Susun Sewa Puspo Argo, Sidoarjo.

2. Presiden meminta sesama anak bangsa apalagi sesama umat islam yaitu Ahlulsunnah Waljamaah dan Syiah untuk tidak saling menebarkan kebencian apalagi tindakan-tindakan yang saling mencederai dan dapat merusak ukhuwah Islamiyah demi kesatuan bangsa.

3. Presiden menyatakan akan memimpin langsung pertemuan rekonsiliasi dengan para pihak yang terkait dengan peristiwa penyerangan tersebut.

4. Presiden meminta kepada para pengungsi agar tidak mendengarkan isu atau berita apapun terkait dengan nasib mereka. Kecuali apa yang menjadi kebijakan Presiden terkait dengan apa yang ditegaskan Presiden berkenaan dengan rekonsiliasi dan rencana pemulangan ke kampung halaman.

5. Presiden berjanji segera membangun wilayah konflik dan untuk itu menyiapkan anggaran khusus bagi pembangunan infrastruktur, dengan syarat para pihak terkait menjaga kerukunan.

Dalam pertemuan dengan Presiden, seluruh pengungsi dijanjikan segera dipulangkan ke kampung halaman di Sampang sebelum Lebaran. Namun tidak diterangkan dengan detail mengenai tanggal kapan pemulangan itu.

Pada pertemuan tersebut Presiden juga menyampaikan akan memimpin langsung pertemuan rekonsiliasi, namun "Belum ada informasi kapan akan berlangsung kapan, " tambah Ahmad Hidayat.

"Kami percaya dengan apa yang dikatakan Presiden," ujar Muhammad Rosid, perwakilan pegowes syiah ini mengaku percaya dengan apa yang disampaikan oleh Presiden dalam pertemuan tersebut meskipun tidak mendapat jawaban kepastian mengenai waktu pemulangan mereka ke kampung halaman.

Pertemuan pada Minggu, 14 Juli 2013, itu berlangsung pukul 21.00 WIB. Sebelumnya para pegowes sudah menanti bertemu Presiden selama 28 hari, terhitung sejak mereka tiba di Jakarta pada 16 Juni lalu. Para pegowes perwakilan pengungsi menempuh perjalanan selama 16 hari dari Surabaya menuju Jakarta dengan menggunakan sepeda.

Sumber:

The Last Sahur (bagian 1)

$
0
0



Muhammad Rosid, sibuk  mengepak barang-barang, mengikat kardus dengan tali rafia, saat kami datang Rabu malam (17/7). Tubuhnya yang gempal, menampakkan dia bekerja dengan cekatan. Malam itu, ada;ah malam terakhir para pegowes Syiah dari Sampang yang memperjuangkan niatnya bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menagih janji, agar hidup aman bersama saudara-saudaranya yang lain di bumi Pancasila ini.

Para pegowes—begitu kami menyebut untuk pengayuh sepeda—itu menempuh jarak dari Surabaya ke Jakarta, sejak Hari Lahir Pancasila, 1 Juni (2013). Mereka bersepuluh, dengan sepeda biasa -bukan sepeda touring, yang biasa digunakan untuk menempuh jarak jauh. Ditemani beberapa relawan kemanusiaan dari beberapa lembaga kemanusiaan dan organisasi masyarakat, berangkat dari depan gedung Grahadi di Surabaya.

Ide, naik sepeda, sebenarnya dari pertemuan kecil, di kawasan Kalibata, Jakarta. Saat itu sikap Pemerintah Daerah di Sampang dan Jawa Timur, terus mengeras untuk menyingkirkan pengungsi Sampang dari Gelanggang Olah Raga, tempat mereka mengungsi. Bahkan yang muncul dari para pemerintah daerah adalah relokasi atau transmigrasi. Bukan niat baik, rekonsiliasi dan menyambungkan lagi persaudaraan antar manusia para pengungsiu dengan saudara-saudaranya di kampung halaman, atau antar manusia dengan tanah kelahirannya.

Ternyata ide itu disambut buat baik oleh para pengungsi dan juga pegiat kemanusiaan di Jawa Timur. Walau ntidak sedikit juga orang yang mencibir, akan menuai hasil baik. Namun  niat para pengungsi itu, malah lebih kuat. Mereka  ingin berbuat sesuatu untuk memperjuangkan hidupnya, dan juga spirit keadilan yang dirasakan mulai pudar di negeri ini. Para pengungsi itu tak mau dikatakan, “senang-senang” hidup di pengungsian (GOR) mendapat bantuan negara dan mengharap bantuan sana sini, tanpa bekerja. Seperti yang dituduhkan seorang kiai dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC) TV-One yang dipandu  jurnalis senior, Karni Ilyas.

Lalu, tema apa yang diusung? Ini juga menjadi perdebatan, ada yang usul “kembalikan Tanah Kami,” “Jangan Rampas Tanah Kami.” Sampai “Menagih Janji Presiden SBY.” Memang akhirnya tema terakhir yang digunakan, walaupun dalam kain rompi seadanya, ada tema kembalikan tanah mereka. Tema menagih janji Presiden SBY, bukan bermaksud menyudutkan Presiden. Tapi hanya mengingatkan Presiden SBY yang pernah berjanji, beberapa jam setelah kejadian pembakaran, pengusiran dan pembunuhan. Janji itu tercatat di media massa, salah satunya Tribunnews. Bahkan mereka adalah anak bangsa yang masih percaya, Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, bukanlah bayang-bayang kosong sebuah jabatan yang hanya ada di layar kaca dan media massa. (bersambung)

The Last Sahur (habis)

$
0
0



Di sepanjang jalan dari Surabaya menuju Jakarta, ternyata mereka disambut hangat oleh saudara-saudara mereka. Di setiap daerah yang disinggahi, mereka bisa tinggal di masjid, pesantren, bahkan gereja. Teman-teman aktivis mahasiswa dari PMII dan HMI juga menyambut dan mengiringi mereka tiap masuk ke kota tempat aktivis itu bermukim.  

Bahkan di Pekalongan,  Jawa Tengah, keluarga Habib Lutfi bin Yahya menyambut mereka dengan marawis, bak menyambut rombongan “penantin”. Ya, mereka memang  patut dijuluki “penantin kemanusiaan”, perkawinan massal,  yang bersanding dengan tekad dan perjuangan untuk keadilan.
Di Brebes Jawa Tengah dan Purwakarta, Jawa Barat bahkan pemerintah daerah secara resmi menyambut mereka. Di  Cirebon, Jawa Barat mereka ikut pertemuan dengan ulama-ulaman Nahdlatul Ulama yang sedang mengadakan pertemuan. Bahkan Kapolres setempat bersama ketua NU menandatangani spanduk mendukung perjuangan mereka menuntut hak.

Ahad, 16 Juni (2013) mereka sampai di Jakarta, dari Cawang melalui Kuningan,  lalu larut bergabung dengan masyarakat yang merayakan Jakarta Car Free Day. Tujuan mereka depan istana negara. Waktu itu bersamaan dengan kemeriahan ”Jakarta Fair” kembali ke Monas. Keadaan sekitar riuh rendah, bahkan di dalam bus TransJakarta penuh sesak orang-orang yang hendak ke Monas—lambang keperkasaan –ibukota.

Namun, saat mereka di Jakarta, di Sampang justru dinodai dengan pengusiran paksa yang direkayasa. Sebuah acara Istighosah, sebuah acara sakral yang biasanya digunakan untuk memuji Sang Pencipta dan memohon ampun atas ke khilafan sebagai makhlukNYA, malah diguankan dengan menyeret anak-anak dan perempuan dan mengusir paksa ke Puspa Agro di Sidoarjo. Kenapa disebut rekayasa? Karena dua hari sebelum hari-H, ada pertemuan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dengan Gubernur Jawa Timur, dan setelah itu berbuah pengusiran paksa.

Sejak di Jakarta beberapa kali, mereka aksi di depan istana, mendatangi lembaga-lembaga negara, organisasi kemanusiaan, kemasyarakatan. diundang dan diliput media massa,  dan lain sebagainya. Mereka gigih, dengan tekad, belum mau pulang sebelum bisa bertemu Presiden SBY. Bahkan dari istri mereka di pengungsian, juga punya tekad yang sama seperti petugas pemadam kebakaran, “jangan Pulang sebelum Padam.”

Akhirnya, Ahad malam pekan lalu (14 Juli 2013) Presiden SBY menerima lima orang pengowes dan lima pendamping mereka di kediamannya di Cikeas. Janji kembali diucapkan presiden untuk rekonsiliasi. Presiden meminta sesama anak bangsa apalagi sesama umat Islam yaitu Ahlulsunnah Waljamaah dan Syiah untuk tidak saling menebarkan kebencian apalagi tindakan-tindakan yang saling mencederai dan dapat merusak ukhuwah Islamiyah demi kesatuan bangsa. Presiden menyatakan akan memimpin langsung pertemuan rekonsiliasi dengan para pihak yang terkait dengan peristiwa penyerangan tersebut.(TEMPO.co)

Terpecahkan sudah, tekad bertemu presiden SBY sudah terpenuhi. Semangat dan kegigihan berbuah hasil. Sampai Rabu malam kamis saat Rosid dan kawan-kawan mengepak barang-barang untuk pulang bertemu keluarga mereka di pengungsian, sambil berharap rekonsiliasi yang dijanjikan Presiden SBY bisa terealisasi.

Malam itu kami bersama 10 pegowes Syiah Sampang reriungan di atas hamparan karpet dalam sebuah ruang ruko kosong, tempat mereka tinggaal selama di Jakarta. Semua saling bercerita ada kelucuan-kelucuan, terutama dari logat-logat mereka yang polos dan jujur, misalnya Rosid menyebut Rusunawa (tempat mengungsi sekarang) dengan Sunawa atau menyebut Presiden SBY dengan Bambang Susilo Yudhoyono. Kisah-kisah mereka saat penyerangan 26 Agustus 2012 lalu. Kisah tentang pemimpin mereka Tajul Muluk (yang kini di penjara Sidoarjo selama 4 tahun), dengan perasaan berbangsa dan bernegara.

Malam itu saya teringat peristiwa “Perjamuan Terakhir” saat Yesus dengan para pengikut setianya. Walau tidak persis, ada Hadijoban, seorang kawan aktivis bertubuh kurus yang setia mendampingi para pegowes sejak dari Semarang, dan menemani terus sejak di Jakarta. Mengurusi member semangat dan lai sebagainya. Joban, bagai “Yesus” yang bangkit dari kesadarannya untuk berbagi kasih dan damai. Sepuluh pegowes, dan dua pendampingnya Joban dan Tom, Kamis sebelum subuh berangkat ke Sidoarjo.

Kami, sekitar30 orang malam hingga dini hari itu seperti mengikuti tradisi “Perjamuan Terkahir”. Kisah yang terkenal dengan isitilah “The Last Supper”, kami tutup dengan sahur bersama “The Last Sahur”, sebelum mereka kembali ke keluarga mereka dan ke kampung halaman, tanah kelahiran mereka dengan membawa damai dan kasih. (habis)


Depok, 18 Juli 2013.
Ahmad Taufik

Antasari Merasa Tiga Wartawan Menjebaknya

$
0
0

Rabu, 24 Juli 2013 | 15:16
 

Antasari: Tiga Wartawan Ikut Menjebak Saya

Mantan ketua KPK Antasari Azhar (sumber: Antara)


Jakarta - Mantan Ketua KPK, Antasari Azhar mengatakan, ada tiga wartawan yang mengetahui perkara pembunuhan PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasruddin Zulkarnaen, yang menjeratnya hingga divonis 18 tahun penjara. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang berani bersaksi di pengadilan.
"Ada seorang wartawan. Sekarang dia (di media) online, tadinya dia di koran. Dia ingin menyampaikan bahwa pada saat itu, pada tahun 2008 waktu saya masih aktif (di KPK), diajak oknum termasuk ada tiga wartawan di dalamnya, untuk bersama-sama mencari-cari kesalahan Antasari," kata Antasari, di Jakarta, Rabu (24/7).


Menurut Antasari, seorang dari tiga wartawan yang dimaksud menolak memenuhi keinginan oknum tersebut. Alasannya, pada saat itu Antasari sebagai Ketua KPK kerap bersedia diwawancarainya.
"Dia keberatan. Dia tidak mau karena dia dekat dan sering memberikan saya wawancara. Dia tidak mau," jelas Antasari.


Namun demikian nyatanya, menurut Antasari, sosok yang dimaksud juga menolak hadir untuk bersaksi dalam sidang lanjutan pengujian Pasal 8  ayat 5 Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang  dimohonkannya. "Saya mau bicara, tapi sayangnya saksi tidak berani hadir. Dia dari
rekan-rekan wartawan juga, yang mana saat itu dia diajak untuk bekerja sama menghancurkan Antasari. Dia takut. Dia diajak dengan upah dana tidak terbatas pada kondisi saat itu," ungkapnya.


Antasari tidak menyebut siapa oknum yang ingin "mengerjainya" itu. Sementara, dirinya hanya mengaku berharap wartawan tersebut mau membuka kebenaran yang diketahui, seputar kasus yang membelitnya di pengadilan. "Dia yang tahu. Karena itu, saya minta dia hadir (di persidangan), biar dia buka sendiri. Tapi dia tidak berani hadir. Dia menulis rinci. Pertemuannya pun di tempat karaoke di Jalan Thamrin. Dan dia tahu siapa  saja yang hadir," katanya.

Penulis: E-11/SIT
Sumber:Suara Pembaruan


catatan :
Siapa mereka itu, harus ditelusuri dan diungkapkan agar tak cuma jadi desas-desus dan fitnahan belaka.

Viewing all 216 articles
Browse latest View live